BENGKULU, PORTALPENA.COM – Provinsi Bengkulu menerima dana sebesar 757.255 USD atau sekitar Rp 11 M untuk pemulihan dan penyelamatan lingkungan hidup dengan Program Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2. Dana ini merupakan bagian dari 108,8 Juta USD yang dikucurkan Green Climate Fund (GCF) untuk Indonesia, melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Program ini merupakan inisiatif yang dirancang untuk mendukung negara-negara dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan. Program ini memberikan insentif finansial berbasis kinerja atas keberhasilan menurunkan emisi GRK, dengan fokus pada pengelolaan hutan berkelanjutan dan pelestarian keanekaragaman hayati, sehingga mampu mencapai target NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Tahun 2024 target Indonesia adalah selaras dengan tujuan global untuk menahan laju pemanasan bumi di tingkat 1,5 derajat.
Adi Junedi, Direktur KKI Warsi, yang merupakan lembaga yang telah ditunjuk Pemprov Bengkulu sebagai lembaga perantara (Lemtara) untuk kegiatan Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2, menyebutkan terdapat tiga aspek kegiatan ini, yaitu pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, peningkatan keragaman hayati dan penguatan sumber penghidupan masyarakat.
“Program ini bertujuan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, melestarikan keanekaragaman hayati, meningkatkan stok karbon, membuka peluang mata pencaharian dan kewirausahaan masyarakat, serta memperkuat implementasi REDD+ dan NDC di Provinsi Bengkulu,” kata Adi Junedi dalam acara rapat koordinasi pelaksanaan kegiata RBP GCF REDD+ di Aula Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Senin 25 November 2024.
Dikatakannya program ini secara keseluruhan akan berkontribusi untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia, sekaligus komitemen untuk untuk mengurangi emisi GRK melalui pelestarian dan pemulihan hutan kita dalam upaya pengendalian dampak perubahan iklim.
Dalam rapat koordinasi yang dihadiri oleh para kepala bidang dinas LHK dan Kepala KPH di lingkup Provinsi Bengkulu yang akan terlibat dalam implementasi kegiatan RBP GCF ini. Dalam kesempatan ini dibahas sejumlah kegiatan dan penanggung jawab kegiatan yang akan dilakukan serta pematangan rencana peluncuran kegiatan ini di Bengkulu.
Diantara kegiatan yang akan dilakukan adalah percepatan penurunan emisi, diantaranya melalui pengayaan tanaman kehutanan, penghijauan lahan kritis, rehabilitasi mangrove, penguatan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), perlindungan kawasan hutan, mitigasi kebakaran hutan dan lahan, penyusunan dan pembaruan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPH di lingkup Provinsi Bengkulu, penyusunan kebijakan perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan sejumlah kegiatan lain terkait kehutanan.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, Adi Yanuar selaku fasilitator diskusi ini program ini penting bagi Bengkulu guna mencapai target NDC Indonesia melalui tata kelola kehutanan berkelanjutan.
Bengkulu yang berada di pesisir Barat Sumatera dengan hutan tropis disepenjang bukit barisan memegang peran krusial dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan. “Fokus kita menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan melalui berbagai kebijakan dan program yang berfokus pada pengelolaan hutan berkelanjutan. Salah satu inisiatif utama adalah mendukung pengembangan kawasan Perhutanan Sosial, yang memberikan hak kelola kepada masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumber daya hutan secara bertanggung jawab,”kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bengkulu, Syafnizar.
Dikatakan, kegiatan ini akan mendorong praktik pengelolaan yang ramah lingkungan, mengurangi deforestasi, dan memperbaiki kondisi ekosistem. “Selain itu, pemantauan dan penegakan hukum terhadap kegiatan ilegal, seperti penebangan liar dan perambahan hutan, juga menjadi fokus utama untuk melindungi hutan yang tersisa,”katanya.
Selain itu, melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga telah melakukan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi hutan dan praktik pertanian berkelanjutan menjadi bagian integral dari upaya ini. Dengan strategi yang komprehensif dan melibatkan semua pemangku kepentingan, Pemprov Bengkulu berkomitmen untuk berkontribusi secara signifikan dalam pengurangan emisi dari sektor kehutanan, sambil menjaga kesejahteraan masyarakat lokal.
Kegiatan yang dilakukan ini dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan hutan menyerap emisi karbon. Sebagai gambaran, berdasarkan data tahun 2021 Kontribusi emisi Bengkulu berasal dari transportasi dengan nilai 1.312,67 Gg CO2e, pertanian 984,87 Gg CO2e, limbah 605,18 Gg CO2e. Sementara sektor kehutanan menyerap emisi 2.162,55 Gg CO2e. Dengan angka ini, kemampuan hutan Bengkulu menyerap karbon yang dihasilkan masih kuran sekitar 740 Gg CO2e.
Tentang Program RBP CGF
Program Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2 adalah inisiatif yang dirancang untuk mendukung negara-negara dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan. Program ini memberikan insentif finansial berbasis kinerja kepada negara yang berhasil menurunkan emisi GRK, dengan fokus pada pengelolaan hutan berkelanjutan dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Dalam konteks Indonesia, program ini berperan penting dalam mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) yang telah ditetapkan. Dengan alokasi dana yang signifikan, program ini mendukung kegiatan seperti restorasi hutan, perlindungan kawasan hutan, dan pemberdayaan masyarakat lokal untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumber daya alam. Melalui pendekatan berbasis hasil, RBP GCF Output 2 bertujuan untuk menciptakan solusi yang efektif dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Inisiatif Program Results-Based Payment (RBP) REDD+ Green Climate Fund (GCF) Output 2 hadir sebagai respons terhadap tantangan global yang dihadapi akibat perubahan iklim, yang berdampak signifikan pada lingkungan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat.
Untuk implementasi RBP GCF ini, pemerintah melalui BPDLH telah menunjuk sejumlah Lemtara. Lemtara merupakan organisasi non-pemerintah yang berfokus pada isu-isu lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Lemtara memiliki tujuan utama untuk memberdayakan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan dan sumber daya alam secara berkelanjutan. Kriteria pemilihan Lemtara, memiliki pengalaman dan keahlian dalam melaksanakan program-program yang berkaitan dengan konservasi, restorasi hutan, dan mitigasi perubahan iklim. Organisasi ini sering bekerja sama dengan komunitas lokal untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan dalam praktik pengelolaan yang berkelanjutan. Lemtara menggunakan pendekatan partisipatif, yang berarti melibatkan masyarakat dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Dalam konteks Program Results-Based Payment (RBP) Green Climate Fund (GCF), Lemtara ditunjuk sebagai lembaga perantara yang bertugas untuk mengelola dana dan melaksanakan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan. Dan berkomitmen untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan bagi isu-isu lingkungan, termasuk deforestasi dan degradasi hutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab.
Komentar