BENGKULU, IDNPERS.COM – Sekitar 100 orang demonstran mengatas namakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan aksi pembakaran ban mendesak pihak kepolisian membuka barikade agar massa aksi dapat menuju depan gerbang Kantor DPRD Provinsi Bengkulu.
Dalam aksi yang dimulai sekitar pukul 12.30 WIB di depan gerbang masuk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu tersebut, setidaknya terdapat tujuh tuntutan yang disampaikan massa aksi.
Sempat sebelum pembakaran ban dan aksi dorong antara masa dan kepolisian, perwakilan DPRD Provinsi Bengkulu yakni Edwar Samsi, S.Ip, MM, H. Zainal, S.Sos dan Zulasmi Octarina, SE sempat menemui massa.
Hanya saja tidak lama kemudian ketiga wakil rakyat kembali masuk ke gedung DPRD Provinsi Bengkulu, di tengah massa aksi tengah melakukan orasi.
Merasa orasinya tidak mendapatkan tanggapan diwarnai dorong-dorongan antara massa aksi dengan aparat kepolisian yang ingin membuka barikade. Tidak lama kemudian massa aksi menyalakan api dengan menggunakan dua buah ban bekas dan sampah plastik.
“Aksi yang kita gelar ini lantaran berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, tidak pro rakyat di tengah terpuruknya ekonomi masyarakat,” ungkap Ketua Umum (Ketum) HMI Cabang Bengkulu, Anjar Wahyu Wijaya.
Lebih lanjut, Anjar, dalam aksi demontrasi ini pihaknya menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama menuntut pemerintah untuk menghentikan tindakan kriminalisasi terhadap aktivis.
“Sebagai negara yang menganut demokrasi dan kebebasan berpendapat, seharusnya menjamin hak-hak warga negaranya untuk berorganisasi dan berpartisipasi dalam kehidupan publik,” kata Anjar.
Kedua, sambung Anjar, menuntut aparat penegak hukum untuk menghentikan segala tindakan reprensifitas terhadap aktivis, yang pada dasarnya berjuang untuk menyuarakan aspirasi rakyat.
“Ini kita sampaikan karena fakta di lapangan, banyak aktivis di Indonesia mengalami intimidasi, penangkapan dan bahkan kriminalisasi atas aktivitas mereka yang dianggap mengancam status quo,” sesal Anjar.
Kemudian, tambah Anjar, pihaknya mendesak Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendibudritek) Republik Indonesia (RI), untuk mencabut Permendikbud Nomor 2 tahun 2024.
“Karena secara langsung dinilai memberi ruang bagi Perguruan Tinggi (PT), dalam melakukan praktek komersialisasi pendidikan,” sampai Anjar.
Pihaknya juga mendesak pemerintah untuk merevisi Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang dinilai menjadi alat kriminalisasi oknum penegak hukum terhadap para aktivis dan juga masyarakat.
“Selain itu kita juga mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 yang direvisi menjadi PP Nomor 21 tahun 2024 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA),” ujar Anjar.
Lebih lanjut Anjar mengatakan, pihaknya menyatakan penolakan terhadap revisi UU TNI/POLRI, serta mendesak DPR RI melalui DPRD Provinsi Bengkulu untuk menolak RUU tersebut.
“Terakhir kita mendesak untuk segera memberhentikan RUU penyiaran, karena sangat jelas terlihat RUU itu merupakan upaya konkret untuk membatasi aktivitas jurnalistik, serta menghambat kebebasan berekspresi secara luas,” singkat Anjar.
Komentar