BENGKULU, PORTALPENA.COM – Kasat Reskrim Polresta Bengkulu, AKP Sujud Alif Yulam Lam, menjelaskan berdasarkan pengakuan FL, Direktur CV LBN, dan istrinya TL, yang juga menjabat sebagai Pembantu Direktur CV LBN ada dana sebesar Rp 45 juta dialirkan ke rekening istri/nyonya Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Hazairin (Unihaz) Bengkulu.
“Dalam penyelidikan, kami menemukan aliran dana ke rekening atas nama Hu, yang ternyata adalah istri Pak Dekan,” ungkap Sujud Alif Yulam Lam.
Dana tersebut diduga berasal dari penipuan yang merugikan mahasiswa FH Unihaz dalam program studi tur (study tour) dan praktik kerja industri (prakerin).
Beberapa hari yang lalu mahasiswa melakukan aksi demonstrasi di halaman kampus, menanyakan aliran dana 45 juta dan menuntut kejelasan atas dana yang hilang tersebut.
Namun, penyidik masih mendalami apakah dana tersebut telah digunakan atau masih tersimpan. Selain itu, tujuan penggunaan dana tersebut juga masih dalam investigasi. Apakah digunakan untuk kepentingan pribadi atau memang untuk keperluan oleh-oleh seperti yang diklaim oleh Alauddin, masih menjadi tanda tanya besar.
Dana sebesar Rp 45 juta ini diduga merupakan bagian dari uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan mahasiswa dalam program prakerin. Namun, alih-alih digunakan untuk kepentingan mahasiswa, dana tersebut justru dialirkan ke rekening istri Dekan. Akibatnya, mahasiswa FH Unihaz gagal berangkat ke Yogyakarta dan Malang untuk melaksanakan prakerin, yang seharusnya menjadi bagian penting dari proses pembelajaran mereka.
Menanggapi hal tersebut, Alauddin, yang saat ini berstatus sebagai Dekan nonaktif FH Unihaz, memberikan penjelasan. Ia mengakui bahwa dana sebesar Rp 45 juta tersebut memang ada dan masih disimpan di Fakultas Hukum Unihaz. Menurutnya, dana tersebut bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk keperluan oleh-oleh saat tiba di lokasi prakerin, yaitu Malang dan Yogyakarta.
“Uangnya untuk oleh-oleh, namun karena ini untuk oleh-oleh, jelas nanti setelah di sana baru bisa digunakan. Uangnya ada di Fakultas Hukum,” tegas Alauddin.
Ia menegaskan bahwa oleh-oleh tersebut bukan untuk mahasiswa, melainkan untuk para dosen yang mengantar serta pihak kampus.
Alauddin juga membantah tudingan bahwa CV LBN dipilih sebagai vendor karena pemiliknya merupakan alumni Unihaz Bengkulu. Menurutnya, siapa saja bisa menjadi vendor asalkan memenuhi syarat.
“Soal prosedur lelang ini kan bukan proyek pemerintah. Kita hanya lihat dari profil perusahaannya. Ketika memenuhi syarat, ya bisa saja,” kata Alauddin.
Namun, fakta bahwa CV LBN baru pertama kali bekerja sama dengan FH Unihaz menimbulkan pertanyaan lebih lanjut. Apakah pemilihan vendor ini dilakukan secara transparan? Atau ada kepentingan lain di balik pemilihan CV LBN sebagai vendor?
Untuk diketahui, CV LBN merupakan vendor yang ditunjuk untuk mengurus pemberangkatan 80 mahasiswa FH Unihaz dalam kegiatan prakerin ke Yogyakarta dan Malang.
Polresta Bengkulu masih mendalami kasus ini. Penyidik belum bisa memastikan apakah dana Rp 45 juta tersebut telah digunakan atau masih tersimpan. Selain itu, mereka juga masih menelusuri alasan sebenarnya di balik aliran dana tersebut. Apakah memang untuk kepentingan oleh-oleh seperti yang diklaim Alauddin, atau ada tujuan lain yang lebih personal.
Sementara itu, beberapa waktu lalu mahasiswa FH Unihaz melakukan Aksi demonstrasi menjadi bukti nyata kegeraman mereka. Mereka menuntut transparansi dan pertanggungjawaban atas dana yang hilang.
Hingga kini meskipun Dekan tersebut sudah disanksi dengan dinonaktifkan mahasiswa masih menuntut keadilan. Mereka meminta agar pihak kampus dan pihak berwajib segera menyelesaikan kasus dan mengembalikan uang mereka.
Komentar