BENGKULU, PORTALPENA.COM – Pulau terluar dan terdepan (3T) di tengah Samudera Hindia, Pulau Enggano menyimpan potensi alam luar biasa, namun juga menghadapi ancaman eksploitasi dan dampak pembangunan besar-besaran. Dengan luasan 400,6 km² dan dihuni oleh sekitar 4.035 jiwa, masyarakat Enggano yang terdiri dari enam suku asli yakni Kaitora, Kaahoao, Kaarubi, Kaharuba dan Kauno, serta satu suku pendatang yakni Kaamay.
Terdapat enam desa di pulau tersebut, yang secara geografis letaknya memanjang yang awal pembentukannya, menurut masyarakat setempat juga didasarkan perkampungan suku yakni Desa Kahyapu, Desa Kaana, Malakoni, Apoho, Meok dan terakhir Banjarsari. Bertempat di Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, pulau ini adalah salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, mulai dari keindahan terumbu karang, hutan alam, hingga kekayaan flora dan fauna endemik.
Namun, kini berada di persimpangan jalan: antara mempertahankan warisan alam dan budaya, atau menghadapi dampak pembangunan yang berpotensi merusak. Pembangunan yang diinisiasi pemerintah melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan alasan mengembangkan sektor pariwisata, pertanian, dan perikanan telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan.
Pembangunan jalan trans di Pulau Enggano merupakan 1 dari 34 pulau terluar yang masuk dalam pusat kegiatan strategis nasional (PSN), dimana sesuai arahan Presiden untuk fokus membangun kawasan perbatasan. Panjang dari jalan Trans Enggano ini total 32,5 kilometer dan 7 jembatan. yang menghubungkan enam desa di pulau tersebut, tinggal menyisakan 20 persen pekerjaan.
Pekerjaan jalan yang mulai direncanakan pembangunannya dari tahun 2021 dan fisiknya mulai dilakukan tahun 2022 melalui 2 tahapan yaitu thapan pertama sekitar 17 Kilometer deengan pagu angaran yang disipkan 170 milyar. Untuk kelanjutan proyek pekerjaan multiyears sisanya 15 kilometer, dikatakan Kepala Dinas Pekerjaan dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso tahun ini dialokasikan anggaran kisaran Rp200 miliar bersumber dari APBN tahun 2024.
“Untuk Trans Enggano sudah berkontrak dan tinggal jalan, nanti ada dua rekanan yang akan melakukan lanjutan pekerjaan yakni dari PT. Roda Tehnik dan satu lagi perusahaan dari Padang. Dikejar selesai September sehingga Oktober sudah bisa diresmikan Presiden,” ungkap Tejo Suroso, Minggu (25/2/2024).
Lebih lanjut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso ditarget selesai pada akhir November 2024.
“Dari rapat kerja dengan balai jalan (Balai Pelaksanaan Jalan Nasional) Provinsi Bengkulu, pekerjaan jalan di Enggano tinggal sekitar 20 persen dari paket tiga (2024). Kalau paket pertama multi years sudah dikerjakan dari tahun 2022 dan 2023,” jelas Tejo Suroso.
Penggunaan Gunung Kapur Untuk PSN Enggano
Pengelolaan lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, mengingat manusia selalu berusaha untuk memaksimalkan segala perwujudan keinginannya dan seringkali dengan cara yang secepat mungkin, sehingga cenderung mengorbankan kepentingan lingkungannya (Purnaweni Hartuti, 2014).
Keadaan ini menyebabkan pengerukan batugamping/gunung kapur sangat intensif dilakukan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, salah satunya adalah di pulau terluar Indonesia terletak di Enggano, Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu. Deretan pegunungan kapur yang menyusun pulau ini, sehingga Pulau Enggano memiliki sumber daya mineral C yaitu batugamping/kapur yang terletak di sepanjang gunung di Pulau Enggano.
Adapun pengerukan batugamping/gunung kapur ini digunkan untuk pelapis jalan trans enggano dengan pemngambilan di empat desa berdasarkan luasnya dari pantauan Google Earth sebagai berikut, Kaana seluas 1.1 Ha, Malakoni, Apoho seluas 0,2 Ha dan Meok seluas 1 Ha. Dijelaskan oleh Susanto, bahwa penggunaan batu kapur sebagai material utama dalam pembangunan infrastruktur di pulau tersebut didasarkan pada pertimbangan kearifan lokal. Ia menjelaskan bahwa batu krokos dipilih sebagai bahan konstruksi karena memiliki keunggulan dalam pembentukan badan jalan.
“Kearifan lokal dalam penggunaan batu kapur ini sangat berperan besar dalam pembangunan PSN Trans Enggano. Dengan catatan, material tersebut hanya untuk pembangunan di Enggano dan tidak boleh dibawa keluar pulau. Apalagi menurut penelitian dari para ahli konstruksi, batu krokos terbukti mampu menambah daya tahan jalan sehingga cocok untuk wilayah Enggano yang masih minim infrastruktur,” ungkap Susanto.
Diwaktu yang berbeda Winarto RS, Kepala Desa Banjarsari, juga menyampaikan perspektifnya mengenai pengambilan batu kapur untuk pembangunan fisik di Enggano. Ia mengakui bahwa biaya pembangunan di pulau ini sangat mahal jika harus mengimpor material dari daratan Bengkulu, seperti split dan material lainnya. Pemanfaatan batu kapur lokal, menurutnya, adalah solusi paling efektif dan efisien.
“Kita sadari bersama bahwa membawa material dari luar sangat memberatkan. Oleh karena itu, penggunaan batu kapur lokal memang bisa membantu pembangunan infrastruktur fisik di Enggano,” kata Winarto. Namun, ia juga menyadari pentingnya menjaga keseimbangan dalam pemanfaatan sumber daya ini agar tidak merusak lingkungan pulau.
Berita acara musyawara adat Enggano
Semntara itu, berdasarkan Notulen rapat kordinasi tentang pelaksanaan pembangunan jalan lingkar Enggano pada 13 April 2023. Dengan dipimpin oleh camat Enggano yang dihadiri oleh 23 orang, terdiri dari kepala suku dan masyarakat mendapt kesimpulan bahwa:
- Masyarakat Enggano Menerima dan Mendukung setiap Pembangunan di Pulau Enggano.
- Ritual Adat Pembangunan Jalan Lingkar Enggano akan dilaksanakan dalam waktu dekat 1 (satu) minggu setelah rapat ini.
- Jalan Ritual ditutup untuk angkutan matrial batu, pasir pantai. Untuk perawatan das pengawasan jalan ritual Pemerintah Desa bersama Ketua Suku Adat Enggano membuat Peraturan tentang Perawatan dan Pengawasan Jalan Ritual.
- Untuk menjaga Kelestarina Pulau Enggano, Maka Pembangunan Skala Besar (Anggaran 2 Rp. 500 juta) tidak mengunakan Matrial Batu dan Pasir dari Pulau Enggano.
- Daerah Pantai sekitar Sawang Hukek Seluas 5 Ha merupakan hutan Suaka Adat, agar Pemerintah Desa membuat Peraturan Desa Penetapan Hutan Suaica Adat.
- Pembangunan Jalan Lingkar Enggano Tahun 2013 akan dibangun Sepanjang 7 Km, terdiri dari 5 Km Aspal Penetrasi dan 2 Km Peningkatan. Lebar 4,5 Meter bahu jalan kiri 1 meter, kanan 1 meter, Penyiringan sesuai kebutuhan Tipe 80,
Skema Pengambilan Batu Kapur untuk PSN
Upaya Penggunaan Batu Kapur untuk jalan trans di Pulau Enggano berdasarkan hasil musyawarah masyarakat, batu kapur tersebut telah disepakati sebagai bahan kearifan lokal untuk mendukung pembangunan di Pulau Enggano. Karena, kebutuhan mendesak pembangunan di Enggano ini mengingat biaya tinggi jika harus mendatangkan material dari luar, masyarakat memandang pemanfaatan batu kapur lokal sebagai solusi praktis dan ekonomis.
Disisi lain, Ketua BUMDes Meok, Karyadi, mengungkapkan bahwa meskipun ada kesepakatan masyarakat untuk memanfaatkan batu kapur sebagai bahan konstruksi, pihaknya masih menunggu kejelasan hukum melalui SK Gubernur.
“Sampai hari ini izin penggunaan batu kapur berdasarkan SK Gubernur yang dijanjikan belum kami terima. Dalam musyawarah, telah disepakati bahwa BUMDes yang akan mengelola material ini, tapi tanpa SK tersebut kami tidak bisa menjalankan tugas ini,” ujarnya.
Karyadi menambahkan bahwa ketiadaan SK ini mengakibatkan BUMDes Meok saat ini tidak bisa mengelola batu kapur secara resmi. Selain itu, terdapat kendala terkait Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang mengatur jenis kegiatan usaha BUMDes.
“Yang kita ketahui, BUMDes tidak diperkenankan untuk menjalankan usaha galian C. KBLI tidak mencakup izin untuk galian C, yang artinya kami memang tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan aktivitas penggalian atau penambangan,” jelasnya.
Dsisi lain, masyarakat Enggano Zakaria Kauno menyoroti tarik-menarik kepentingan yang terjadi antara BUMDes, pemerintah desa, dan pihak terkait lainnya dalam pengelolaan batu kapur. “Saat ini, penggunaan batu kapur atau proses kebijakannya tidak bisa begitu saja dilakukan melalui BUMDes, ada unsur tarik-menarik kepentingan yang melibatkan pemerintah desa. Harus ada kehati-hatian agar kebijakan ini tidak menimbulkan ketidaknyamanan di tengah masyarakat,” jelasnya.
Kajian Amdal Pemakaian Batu Kapur untuk PSN
Diketahui dalam berita acara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemerintah Provinsi Bengkulu Nomor: 660/2695/II tentang rapat tim teknis komisi penilai AMDAL Daerah terhadap pemeriksaan formulir pemerintah Provinsi Bengkulu kerangka acuan analisis dampak lingkungan hidup (KA-ANDAL) rencana peningkatan kegiatan peningkatan struktur dan pelebaran jalan ruas jalan Banjarsari-Malakoni-Kayu Apuh sepanjang ±32 KM di Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, belum memasukan kajian Analisis dampak Lingkungan.
Sehingga, paada rapat koordinasi teknis bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (KEMENKO MARVES) terkait rencana pembangun jalan trans di Pulau Enggano, Selasa (13/09/2022).
Asisten II Setdakab BU menyampaikan permasalahan utama dalam pembangunan infrastuktur di Pulau Enggano adalah ketersediaan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang ada di pulau enggano karena Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada disana selama ini hanya bersifat sementara. Selanjutnya, pihak pemkab Bengkulu Utara akan segera mempersiapkan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan pihak pemprov terkait dengan penerbitan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB).
“Perlu kami sampaikan ke Kemenko Marves bahwa kendala kita saat ini adalah ketersediaan MBLB karna izin yang ada selama ini hanya bersifat sementara. Untuk itu kami akan segera mempersiapkan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan terkait dengan penerbitan Surat Izin Penambangan Batuan atau SIPB bersama pihak pemprov,”ucapnya.
Damapak Penggalian Batu Kapur Terhadap Pulau Enggano
Penggunaan batu kapur sebagai bahan konstruksi untuk pembangunan jalan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Enggano menimbulkan kekhawatiran terkait dampak lingkungan. Akademisi dari Universitas Bengkulu, Ir. Edi Suharto, MP, pakar konservasi dari Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, menyampaikan pandangannya mengenai potensi kerusakan yang dapat terjadi akibat eksploitasi batu kapur di pulau tersebut. Menurutnya, pemanfaatan batu kapur harus dilakukan dengan memperhatikan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan kesehatan lingkungan di Enggano.
Edi Suharto menjelaskan bahwa tanah yang mengandung batu kapur atau batu gamping memiliki sifat yang sangat rapuh dan labil. “Tanah dengan kandungan batu kapur cenderung mudah longsor, sehingga sangat rentan terhadap kerusakan struktur saat dilakukan eksploitasi. Kegiatan pengambilan batu kapur untuk konstruksi jalan berpotensi memicu longsor yang dapat mengancam keselamatan warga dan merusak lingkungan di sekitarnya,” ungkapnya.
Selain risiko longsor, debu yang dihasilkan dari penggalian dan pemecahan batu kapur juga berpotensi menjadi polutan udara. Debu batu kapur dapat mencemari udara dan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat di sekitar area eksploitasi. “Debu batu kapur adalah polutan udara yang membahayakan, terutama bagi sistem pernapasan. Paparan debu yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, khususnya pada pernapasan, bagi warga yang tinggal di sekitar area proyek,” tambah Edi Suharto.
Lebih lanjut, Edi Suharto menyoroti dampak negatif terhadap habitat flora dan fauna endemik di Enggano. “Eksploitasi batu kapur dapat mengakibatkan kerusakan habitat asli bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang hidup di pulau ini. Fauna seperti burung, serangga, dan satwa kecil lainnya bisa kehilangan habitat alami mereka, dan ini mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada,” tegasnya.
Sementara itu, Camat Enggano, Susanto, memastikan bahwa pengambilan batu kapur di wilayah tersebut telah melalui kajian lingkungan untuk meminimalkan risiko bagi masyarakat dan ekosistem. “Pengambilan batu kapur di Pulau Enggano difokuskan pada bukit-bukit tinggi yang tidak menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan. Tidak diizinkan untuk membuat lubang atau galian yang berpotensi merusak struktur tanah,” jelasnya.
Menurut Susanto, dampak pengambilan batu kapur di bukit dan pegunungan kapur pada masyarakat Enggano sangat kecil. “Pengambilan di lokasi yang sudah dipilih dengan cermat ini tidak menyebabkan longsor atau pencemaran lingkungan. Kami memastikan pengambilan batu kapur dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga keseimbangan alam,” ujarnya.
Dampak Pembangunan PSN Terhadap Masyarakat
Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlangsung di Pulau Enggano mengakibatkan keretakan dimasyarakat. Camat Enggano, Susanto sebagai kepala pemerintahan, meniali PSN Enggano dapat membantu mengatasi keterbatasan infrastruktur yang telah menjadi tantangan utama pulau ini selama bertahun-tahun. Disisi lain, eksploitasi material batu kapur atau krokos sebagai sumber daya kearifan lokal dalam proyek ini mendapat perhatian dari kepala suku setempat, yang merasa tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan.
Camat Enggano, Susanto, menyampaikan dukungannya terhadap PSN, khususnya dalam pembangunan jalan di Enggano yang telah menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat. “Saya, selaku pemerintahan Kecamatan Enggano, mewakili seluruh masyarakat Enggano, menyambut baik adanya PSN di pulau kami ini. Dampak dari proyek ini sangat kami rasakan, terutama dalam hal peningkatan infrastruktur yang telah menjadi hambatan besar bagi kami selama puluhan tahun,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Suku di Enggano, Harun, menyampaikan keprihatinannya atas eksploitasi batu kapur sebagai material utama dalam PSN tanpa pelibatan masyarakat adat secara langsung. Harun menyayangkan bahwa para kepala suku tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait eksploitasi batu kapur. “Sungguh kami sangat menyayangkan terhadap eksploitasi batu kapur ini. Kami sebagai kepala suku yang memiliki wilayah ini seharusnya dilibatkan. Padahal, ketika mereka hendak menggunakan material kearifan lokal, kami yang diminta tanda tangan, tetapi tidak ada proses yang melibatkan kami dari awal,” ungkap Harun.
Menurut Harun, penggunaan material batu kapur yang merupakan sumber daya alam dan kearifan lokal Enggano harus mendapat persetujuan dari kepala suku sebagai bentuk penghormatan terhadap hak-hak adat. “Menggunakan material kearifan lokal ini tanpa persetujuan dari kami sebagai kepala suku seharusnya tidak bisa dikeluarkan izinnya. Kami merasa bahwa keterlibatan masyarakat adat dalam proyek ini masih kurang,” tegasnya.
Harapan Untuk Menjaga Pulau Enggano
Pembangunan yang dilakukan di Enggano seharusnya tidak hanya fokus pada peningkatan infrastruktur, tetapi juga melibatkan masyarakat adat sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan, sehingga proyek ini dapat membawa manfaat yang berkelanjutan dan mendukung kesejahteraan semua pihak.
Zakaria Kauno, seorang tokoh masyarakat Enggano, menyampaikan pandangannya mengenai pelaksanaan proyek ini, khususnya terkait penggunaan batu kapur atau krokos sebagai material konstruksi yang dinilai kurang sesuai dengan kesepakatan awal.
Ditambahkan, Zakaria bahwa penggunaan batu krokos seharusnya dilakukan dengan pengaturan dan batasan yang jelas, mengingat material ini merupakan bagian penting dari ekosistem lokal dan kearifan masyarakat Enggano. “Seharusnya ada proses yang jelas dalam penggunaan batu krokos ini, jangan sampai ketika diputuskan melalui kebijakan, lalu bisa semaunya saja mengambil atau mengeruk batu krokos ini. Apakah pengambilan batu krokos ini sudah sesuai dengan ketentuan yang disepakati?” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat setempat telah membuat nota kesepahaman mengenai tata cara pengambilan batu krokos, namun dalam praktiknya ia melihat ada ketidaksesuaian antara kesepakatan tersebut dengan kondisi di lapangan. “Ketika kita amati di lapangan, masih ada hal-hal yang tidak sesuai dengan nota kesepahaman yang telah kita sepakati dari awal. Ini mencakup baik pihak pelaksana yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek maupun masyarakat yang memiliki hak atas lokasi pengambilan batu krokos tersebut,” tambah Zakaria.
Menurut Zakaria, kepatuhan terhadap kesepakatan awal dalam menggunakan material lokal seperti batu krokos adalah hal yang penting untuk menjaga keharmonisan dan kepercayaan antara masyarakat dan pelaksana proyek. Ia berharap agar para pihak yang terlibat dapat mematuhi kesepakatan yang sudah dibuat agar proses pembangunan berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan gesekan di antara masyarakat.
“Harapan kami sebagai masyarakat Enggano, terutama mereka yang tinggal di dekat lokasi pengambilan material, adalah agar proses pembangunan ini benar-benar memperhatikan ketentuan yang disepakati. Ini bukan sekadar tentang pembangunan jalan, tetapi juga tentang bagaimana kearifan lokal kami dihormati dan dilestarikan,” tutup Zakaria.